Usulan Apindo Jabar Melakukan 3T untuk menekan penyebaran Covid-19
Bandung , Minggu 2021-08-01
Ketua Apindo Jawa Barat, Ning Wahyu Astutik menyampaikan selain vaksinasi, penyebaran Covid-19 bisa ditekan melalui testing, tracing, dan treatment (3T).
Pada umumnya, semua pihak berpikir bagaimana menyelesaikan masalah dan kurang melihat pencegahannya. Fokusnya lebih, misalnya, cara menyembuhkan, penyediaan fasilitas kesehatan meliputi ruang rawat inap, oksigen dan lainnya.
Dalam Wawancararnya yang dilakukan melalui telepon, beliau menyampaikan,
“Mestinya juga fokus dalam pencegahannya, misalnya dengan tiga T tadi, dimulai dari testing. Apabila akses untuk melakukan testing ini lebih mudah tentu banyak masyarakat yang akan melakukan testing ini, sehingga pencegahan pasien untuk terpapar bisa dideteksi lebih dini dan bisa dilakukan langkah – langkah penanganan lebih cepat,", Sabtu (31/7/2021).
Namun demikian, akses untuk melakukan testing ini masih sangat sulit dilakukan masyarakat yang disebabkan karena biaya test PCR yang sangat mahal.
Beliau memberikan contoh perbandingan biaya test PCR Covid-19 di india sekitar 650 Rupee atau Ketika di rupiahkan kisaran Rp. 130,000, Sedangkan di Indonesia bisa berkali lipat dari itu. “Kalau PCR saja cuma 130 ribuan, bagaimana dengan antigen? Pasti lebih murah”.
Bahkan, salah satu rumah sakit di Tangerang mematok harga tes PCR hingga Rp1,5 juta dengan menjanjikan hasil tes yang lebih cepat. Meski demikian, banyak juga beberapa laboratorium atau rumah sakit menawarkan harga yang lebih variatif.
"Anehnya perbedaan harga ini dilihat dari keluarnya hasil tes PCR. Yang lebih cepat lebih mahal, apa benar begitu standardnya?" Masa harga mempengaruhi cepat atau enggaknya keluar hasil. Itu nggak etis menurut saya," ungkap beliau.
Keterlambatan tindakan preventif ini menyebabkan masyarakat yang terpapar Covid-19 tidak tertolong bahkan menimbulkan kematian.
Untuk itu, Apindo Jabar mengimbau pemerintah agar membuat patokan harga tes PCR yang tidak membebani masyarakat.
Karena apabila biaya test PCR murah, maka masyarakat tentu lebih mampu untuk menjalani testing. Karena peserta testing meningkat, otomatis masyarakat yang terpapar bisa ter-detect lebih awal dan bisa memiliki chance lebih besar untuk disembuhkan.
"Jangan seperti sekarang setelah sudah terpapar parah baru dibawa ke rumah sakit. Sehingga keterisian rumah sakit menjadi penuh,"beliau menambahkan.
Selain itu, akselerasi vaksinasi harus lebih massif dilakukan pemerintah. Termasuk akses karyawan/pegawai untuk mendapatkan vaksinasi dipermudah.
"Katanya kita dituntut vaksinasi 1 juta sehari, bahkan denger – denger mau dua juta. Lebih mudah itu tercapai kalau merangkul kita," jelasnya.
beliau menilai jika vaksinasi dilakukan di perusahaan masing-masing jauh lebih efektif, teratur, disiplin dan maksimal. Proses vaksinasi bisa dilakukan sesuai jumlah yang diatur perusahaan sehingga tidak terlalu mengganggu alur produksi, tidak terjadi kerumunan, dan segera bisa kembali keproduksi ketika proses vaksinasi selesai.
"Paling tidak, ditengah kesulitan pengusaha ini, vaksinasi diperusahaan bisa sedikit menghibur”,
"Bayangkan jika harus kesentra vaksinasi yang jauh dari perusahaan. Waktu menuju kesentra, antrian, proses, dan kemudian perjalanan kembali ke perusahaan memakan waktu seharian, sehingga sehari produktivitas hilang," tambahnya
Beliau menambahkan perekonomian di Jawa Barat akan bergerak cepat kembali jika akses terhadap tes PCR dan vaksinasi dipermudah oleh pemerintah.
Menurutnya, pengusaha saat ini sudah sangat menderita dengan situasi pandemi Covid-19. Meski demikian, pengusaha sudah sangat ingin membantu karyawannya mendapatkan vaksinasi. Maka, pengusaha yang mampu cepat daftar supaya mendapatkan vaksinasi, meskipun berbiaya tinggi seperti VGR.
Bahkan, Apindo Jabar pun sempat mengajukan vaksinasi ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Meskipun awalnya hanya dapat vaksin untuk 100 orang saja.
"Tapi kenyataannya VGR belum terealisasi sampai sekarang. Maka, pengusaha menyarankan karyawannya untuk ikut vaksinasi di tempat lain. Tapi ketika ikut vaksinasi masyarakat tertolak secara sistem karena namanya tercantum di vaksinasi gotong royong. Yang belum ikut test PCR pun ikut tertolak di sentra vaksinasi masyarakat ketika teridentifikasi sebagai karyawan," jelasnya
"Derita pengusaha ini mohon dibantu permudah akses vaksin. Masa iya karyawan sampai tidak boleh mendapatkan vaksin untuk masyarakat, lah apa mereka bukan bagian dari masyarakat?" tambahnya.
Selain itu, pemberlakuan PPKM mengakibatkan kondisi pelaku usaha di Jawa Barat semakin terpuruk. Selain harus tetap membayar gaji karyawan, pajak dan lainnya kapasitas produksi pun harus dibatasi sampai 50 persen.
"Itu beban kita semua. Maka dari itu. Ayolah jangan hanya dikasih beban terus. Ibaratnya kasihlah pemanis, kasih permen, supaya agak terhibur," katanya.
Beliau yakin pemerintah berusaha melakukan yang terbaik dalam menangani pandemic Covid-19 ini. “ Namun kita sebagai masyarakat, tentu bisa membantu Pemerintah melakukan evaluasi atas kebijakan yang dilakukan dan memberikan masukan yang konstruktif,”